Subscribe:

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Blog Archive

Jumat, April 11, 2014

10 Menit yang Menegangkan

Hari ini Jum'at (11 April 2014), Saya seharian berada di rumah. Banyak peer domestik yang tertunda. Semenjak pagi mulailah saya marathon mencuci piring yang menggunung, setrika baju anak-anak yang tertunda sedari Selasa, disusul membersihkan ruang tengah atas yang debunya sudah bisa dipake nulis :(.

Pekerjaan selesai menjelang Ashar. Satu penyakit saya ketika beres-beres adalah nggak mau diganggu dan pekerjaan harus dikerjakan dengan serius, dengan cara yang baik dan benar. Melankolis-Koleris banget deh pokoknya. Sementara Jika saya mulai terlihat linting baju untuk beres-beres, pasti deh disambut dengan tawaran bantuan kakak-beradik yang berebut "pekerjaan". Tadipun demikian. Si kecil merebut kanebo yang sedang dipakai ibunya, sementara si sulung sibuk bawa ember dengan dua lap pel bergagang panjang yang dibawa naik tangga.

Ada lap pel, air, dan lahan untuk mengepel. Sudah bisa ditebak doooong apa yang terjadi? cipratan air dimana-mana, dua anak seruuu dengan "pekerjaan" mereka dan si ibupun seru menahan deru nafas bercampur putaran kata-kata larangan yang sekuat tenaga dibendung agar tak berhamburan keluar. Alhamdulillaaah, si ibu lulus :). Adzan Ashar berkumandang, kerja baktipun usai karena si sulung berangkat shalat Ashar dan si kecil menguntit ibunya berwudhu.

***

Usai Ashar saya baru teringat ada satu pekerjaan lagi yang belum digarap. Belajar anak-anak. Waah gawat, jam segini baru nyadar :(. Setelah ditanya, IXL dan RAZnya done, baca done, naaah Tematik Sosial yang belum. Sementara si anak sudah bersiap meneruskan proyek barunya ngulik Macromedia Flash Pro yang beberapa hari ini menggeser posisi Pivot Animator di chart proyek favoritnya.

Saya yang berpikir agenda hari ini harus terlaksana, sedikit memaksa untuk menggarap tematik sosial terlebih dahulu. Tak banyak tugasnya, hanya mencari tahu dan membaca Bagaimana Internet Bekerja?. Sengaja saya memilihkan tema itu karena asumsi saya Mufid akan tertarik, tapi mungkin karena timing yang kurang pas, meski akhirnya si sulung mengabulkan juga permintaan saya menggarap Tematik Sosial dengan level antusias yang mendekati nol.

***

Sembari memantau Mufid, saya mengajak Vira main Kartu Abaca Seri Panen Es Krim. Karena ada momen yang ingin saya kunci, saya raih handycam, jepret....jepret beberapa kali saya foto Vira, Diseling memotret Aa Mufid yang sedang browsing. Rupanya sang kakak (yang moodnya sedang labil) merasa bagiannya difoto tak sebanyak adiknya. Maka proteslah ia. Dengan muka merengut dan mulut ketus dia bilang "Ibu nggak adil, Vira difotonya banyak, Aa kenapa sedikit????". Tentu saja saya protes omongannya, karena saya merasa sudah memotret dia hampir sama banyaknya (saya tak ingat jumlah persisnya). Waaah suasana mulai geraaaah.....

Belum juga separuh jalan, Bapa menginterupsi Mufid, komputer diambil alih meski hanya beberapa menit untuk melihat info seminar untuk esok, sudah sampailah antusias Mufid di titik nol. Muka mengkerut, bibir manyun sambil berhamburan kata-kata ketidaksukaan dan kekecewaannya.

Saya yang juga dengan kondisi lelah, tak terima melihat reaksi Mufid yang berlebihan seperti itu. Saya katakan padanya bahwa dia harus belajar mematuhi jadwal yang sudah disepakati bersama, harus bisa ngatur waktu, tahu prioritas. Semprotan  saya juga mengarah ke Bapa yang kurang sopan mengkudeta PC yang sedang ditongkrongi Mufid."Pidato" saya berapi-api dengan nada yang makin lama makin meninggi....

Saya terkesiap, saat pikiran sadar mulai berbisik. "Waaah nggak akan bener nih Kalau diteruskan". Dada masih berdebar, mata mulai memanas. Akhirnya saya permisi pada Bapa, Mufid dan Vira untuk masuk kamar,...sendiri,....nggak mau diganggu,....nggak boleh ada yang masuk,....

Itu jurus pamungkas saya ketika emosi sudah tak terkendali. Saya berbaring, beristighfar, atur nafas dan mengingat kembali cerita-certia lucu dan ceria bersama anak-anak. Lalu sudut mata tiba-tiba menghangat, rasa menyesal menyeruak. ahhhh Maafkan Ibu yang terlalu memaksakan, kurang bersabar dan kurang peka melihat situasi,...Maaf ya......

Sayup terdengar Bapa yang masih "ngobroli" Mufid. Entah apa yang dibicarakan saya tidak begitu mendengar.  Beberapa menit berselang pintu kamar diketuk. Si kecil berujar pelan "Bu, boleh buka pintunya, Aa Mufid mau minta maaf"

Hati saya bergetar, malu rasanya, seharusnya saya yang meminta maaf kepada mereka. Saya katakan bahwa pintunya tak dikunci, masuk saja. Dua anak membuka pintu dengan wajah serius menatap saya yang masih berbaring.

"Aa minta maaf ya Bu, tadi ngomong nggak sopan sama Ibu" kata si sulung sambil menyodorkan tangan mengajak salaman. "Iya juga yaa Buuu" sambung si kecil. ahhh tak sanggup saya bendung, air mata menganak sungai dipipi, saya peluk mereka berdua.

Sebagai hadiah ibu sediakan waktu khusus buat mereka sampai Maghrib tiba. "Iya mau dibacain buku" "Mufid juga".

10 menit yang menegangkan berujung di halaman-halaman buku yang dibacakan penuh cinta dan hati lega:)








0 komentar: